Mabar
Memutar Lagu dan Musik Harus Bayar Royalti? : Mengenal Lebih Dekat PP No. 56 Tahun 2021
Wina Aprilianisa, Landi Mulyana Agung, Dede Abdul Hasyir, S.E., Ak., M.Ak.
Universitas Padjadjaran
Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Sumedang, Indonesia
Perkembangan teknologi yang cepat saat ini telah membawa banyak pengaruh terhadap bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI adalah suatu hak yang lahir karena adanya hasil pemikiran yang mewujudkan suatu ide atau produk yang bermanfaat bagi manusia. Perlindungan atas HKI ini dilakukan untuk memberikan suatu penghargaan kepada kelompok atau perseorangan yang telah memberikan ide dan gagasannya dalam menciptakan sebuah karya.
Banyaknya pelanggaran atas HKI terutama hak cipta, menimbulkan perlunya sebuah perlindungan hukum bagi para pencipta, pemegang hak dan pengguna hak cipta. Hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh individu, kelompok atau perusahaan seperti barang, lagu atau bahkan perangkat lunak yang dapat didaftarkan di Departemen Kehakiman sehingga dapat memberikan status sosial tertentu kepada pemiliknya.
Pada 30 Maret 2021, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 mengenai Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Royalti merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima pencipta atau pemilik hak terkait. Black’s Law Dictionary juga mendefinisikan royalti sebagai “A payment reserved by the grantor of a patent, lease of a mine, or similar right, and payable proportionately to the use made of the right by the grantee”, yaitu sebuah pembayaran yang diberikan kepada pencipta atas ciptaannya yang dijual atau dikomersialisasikan oleh pengguna berdasarkan hukum hak cipta atau paten.
Kehadiran PP Nomor 56 Tahun 2021 menjadi hal yang dinanti pelaku musik di tanah air karena dianggap dapat mempertegas pengelolaan royalti. Kebijakan tersebut diapresiasi para musisi tanah air, seperti Anji, Anang Hermansyah, Pay BIP, dan Candra Darusman.
PP Nomor 56 Tahun 2021 menjelaskan mengenai pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik secara rinci yang sebelumnya sudah dibahas di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yakni pasal 87, 89, dan 90. Hal inilah yang ramai dibahas oleh publik dalam beberapa waktu terakhir, kata Freddy Haris, Direktur Jendral Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Pada era digital ini, banyak musisi yang datang ke Freddy Haris untuk membahas mengenai royalti. Oleh karena itu, pada tahun 2020 pemerintah berencana membangun data-center untuk karya seni musik dengan kapasitas dan kapabilitas yang baik. Pada tahun 2021 pemerintah berencana membuat aplikasi dan segala peralatan yang dapat mengakomodasi semua kepentingan. Kemudian pada tahun 2022 peraturan mengenai royalti dapat diterbitkan dengan baik. Namun, banyak pihak yang melaporkan adanya pembajakan lagu sehingga pemerintah mempercepat pembuatan peraturan mengenai royalti yang tertuang dalam PP Nomor 56 Tahun 2021. Freddy menjelaskan bahwa PP Nomor 56 Tahun 2021 merupakan salah satu pembuktian hadirnya pemerintah dalam permasalahan royalti bagi para seniman. Kemenkumham memastikan negara tidak akan mengambil pungutan atas royalti lagu atau musik.
PP Nomor 56 Tahun 2021 disambut baik oleh Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI), Dwiki Dharmawan. Menurut Dwiki Dharmawan, royalti atas HKI selama ini belum maksimal karena hanya berupa UU dan tidak ada PP terkait. Dengan adanya PP Nomor 56 Tahun 2021, diharapkan pengenaan royalti atas HKI menjadi lebih maksimal.
PP Nomor 56 Tahun 2021 bertujuan untuk melindungi industri musik dan menetapkan empat belas sektor usaha atau kegiatan komersil yang wajib membayar royalti yang dalam kegiatan operasionalnya memutar lagu atau musik. Sektor-sektor yang dituliskan dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 pasal 2 ayat 3 adalah restoran termasuk kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; pertokoan; bank dan kantor; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel termasuk kamar hotel, dan fasilitas hotel; terakhir usaha karaoke.
Lalu, bagaimana sebenarnya dengan UU musik di negara lain? Misalnya Korea Selatan, Negeri Ginseng ini terkenal akan industri hiburannya yang ‘keras’ karena sulitnya untuk menjadi seorang idola Korean Pop (K-Pop). Namun, untuk urusan musik, negara ini memiliki Korea Music Copyright Association (KOMCA). KOMCA adalah organisasi manajemen kolektif hak cipta nirlaba dan royalti Korea Selatan untuk karya-karya musik. Fungsinya untuk mengelola kinerja publik dan hak siar, serta hak rekaman mekanik dan reproduksi.
Nantinya, pemilik hak cipta (penulis, komposer, arranger, dan penerbit musik) bisa bergabung dengan KOMCA sebagai anggota asosiasi. Kebanyakan, idola K-Pop telah bergabung dengan KOMCA, terutama mereka yang andal dalam menulis lagu. Pada Februari 2018, KOMCA merilis daftar nama musisi dengan hak cipta lagu terbanyak. Sesuai dugaan, G-Dragon ‘Big Bang’ menduduki posisi pertama dengan 170 lagu. Tidak heran jika G-Dragon memiliki pendapatan yang sangat besar. Jika melihat UU dari negara tersebut, persoalan mengenai hak cipta dan royalti adalah hal yang diutamakan.
Kembali ke UU di Indonesia, masyarakat yang memutar lagu dan musik serta berada pada industri yang dicantumkan dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 wajib melapor kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMKN sendiri merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN yang dibentuk menteri berdasarkan UU mengenai Hak Cipta. LMKN berwenang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik. LMKN terbagi menjadi dua yang terdiri dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Hak Cipta dan Hak Terkait.
LMK Hak Cipta, seperti Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Karya Cipta Indonesia (KCI) berwenang untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti pencipta atau pemegang hak cipta dari karya yang didaftarkan. Sedangkan LMK Hak Terkait seperti Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI), PAPPRI dan PRISINDO berwenang untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti pelaku pertunjukan seperti musisi dan produser dari karya yang didaftarkan.
Para pencipta lagu, penyanyi, pemusik hingga pelaku pertunjukan harus menjadi anggota salah satu LMK untuk mendapatkan hak ekonomi, termasuk royalti. Insan musik yang punya peran ganda sebagai pencipta lagu dan penampil bisa tergabung dalam dua LMK, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.
Tarif yang akan dipungut juga bervariasi. Sebagai contoh pungutan royalti bagi penyelenggara seminar dan konferensi seminar dikenakan biaya sebesar Rp500 ribu per hari. Untuk kafe dan restoran ditentukan berdasarkan tiap kursi yang dihitung per tahun sebesar Rp60 ribu yang selanjutnya disetorkan kepada pencipta maupun pemegang hak terkait. Kemudian, tarif royalti untuk penyiaran radio 1,15% dari pendapatan iklan atau iuran berlangganan tahun sebelumnya. Radio nonkomersial dan Radio Republik Indonesia (RRI) dikenakan tarif royalti sebesar Rp2 juta per tahun.
Lalu, bagaimana dampaknya terhadap industri yang disebutkan? General Manager Visi Radio Medan, Wisdawati Margaret atau akrab disapa Wiski mengatakan aturan tersebut dinilai akan memberatkan industri radio. Pemerintah pun diminta untuk mengkaji ulang PP tersebut dan mencari jalan tengah dalam memberikan penghargaan terhadap hak cipta lagu atau musik ini. Radio dengan musisi atau label musik telah berhubungan satu sama lain dan saling menguntungkan misalnya, radio wajib membayar royalti dalam bentuk barter dengan musisi dan label musik. “Jangan sampai dengan adanya peraturan ini malah mematikan bisnis radio yang sudah cukup susah dalam kondisi sulit ini”, ujar Wiski.
Berbeda dengan Wiski, Sekretaris umum Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), M. Rafiq mengatakan, aturan yang diterbitkan Presiden ini bukan hal baru. Aturan ini menegaskan pembayaran royalti hak cipta lagu dan musik harus dibayarkan terutama untuk kebutuhan komersial. Namun yang menjadi permasalahan menurutnya adalah aturan ini dikeluarkan di waktu yang tidak tepat, yaitu pada saat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Apalagi empat belas layanan publik di dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 itu merupakan sektor yang paling terdampak selama pandemi COVID-19.
Rafiq juga mengatakan, ada beberapa hal positif yang disambut industri radio terkait diterbitkannya PP Nomor 56 Tahun 2021 tersebut. Pertama, kehadiran satu lembaga yang memungut royalti. Kedua, ada jaminan bahwa setelah royalti dikumpulkan akan didistribusikan kepada para pemegang hak cipta.
Hal yang menjadi perhatian dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 terdapat dalam pasal 11 yang menyebutkan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan mendapatkan keringanan tarif royalti.
Saran kami, perlu diadakannya sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan hukum terhadap pengguna karya cipta lagu dan musik dalam melakukan pembayaran royalti agar hak dan kewajiban mereka lebih diperhatikan. LMK sebagai lembaga yang menentukan pemberian besaran royalti, harus melihat penentuan tarif royalti berdasarkan rasa keadilan dan kemampuan para pihak. Oleh karena itu, pemerintah perlu bertindak sebagai fasilitator apabila terjadi sengketa atau perselisihan terkait pembayaran royalti atas penggunaan hak cipta lagu.
Daftar Pustaka
Zefanya, D. G. J., & Indrawati, A. A. S. Kewajiban Pembayaran Royalti Terhadap Cover Lagu Milik Musisi Indonesia. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 8(12), 1908-1917.
Miladiyanto, S. (2015). Royalti Lagu/Musik Untuk Kepentingan Komersial Dalam Upaya Perlindungan Hak Cipta Lagu/Musik. Rechtidee, 10(1), 1-17.
Setyaningrum, I. (2014). Perlindungan Hak Eksklusif Pencipta Terkait Hak Moral Dan Hak Ekonomi dalam Perjanjian Royalti dengan Penerbit Buku (Studi di UB Press Malang, UM Press Malang, Penerbit Bayumedia Malang). Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum, 1(2).
Diba, S. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Karya Cipta Lagu atas Pembayaran Royalti yang Dikomersilkan dalam Perjanjian Lisensi oleh Pemegang Hak Cipta (Studi Kasus Putusan Nomor: 392K/Pdt. Sus. HKI/2013) (Doctoral dissertation, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta).
VIVA, P., 2021. Soal Royalti Lagu, Ini Perbedaan UU Hak Cipta dan PP No. 56/2021. [online] Viva.co.id. Available at: <https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1363105-soal-royalti-lagu-ini-perbedaan-uu-hak-cipta-dan-pp-no-56-2021?page=all&utm_medium =all-page> [Accessed 16 April 2021].
Media, K., 2021. Aturan Royalti Hak Cipta Lagu Dinilai Belum Maksimal, Mengapa ?. [online] KOMPAS.com. Available at:<https://money.kompas.com/read/2021/04/08/ 095000426/aturan-royalti-hak-cipta-lagu-dinilai-belum-maksimal-mengapa-> [Accessed 15 April 2021].
Praharya, P., 2021. Rincian Aturan Wajib Bayar Royalti Lagu di Indonesia – Berita HOT & HEBOH Terbaru. [online] Mixberita.com. Available at: <https://mixberita.com/rincian-aturan-wajib-bayar-royalti-lagu-di-indonesia/> [Accessed 16 April 2021].
Media, K., 2021. Soal Aturan Royalti Lagu dan Musik, Begini Teknisnya Halaman all – Kompas.com. [online] KOMPAS.com. Available at: <https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/10/100400965/soal-aturan-royalti-lagu-dan-musik-begini-teknisnya?page=all#page2> [Accessed 15 April 2021].
Bisnis.com. 2021. Kemenkumham Jamin Negara Tak Ambil Pungutan Royalti Lagu Kabar24 – Bisnis.com. [online] Available at: <https://kabar24.bisnis.com/read/20210413/15/1380412/kemenkumham-jamin-negara-tak-ambil-pungutan-royalti-lagu> [Accessed 16 April 2021].
Sadino, A., 2021. Melihat UU Permusikan di Amerika, Korea dan Inggris. [online] kumparan. Available at: <https://kumparan.com/kumparanhits/melihat-uu-permusikan-di-amerika-korea-dan-inggris-1549530344543007094> [Accessed 16 April 2021].
Yulianto, J., 2021. Semua Halaman – Dilema Royalti Hak Cipta Lagu. [online] JawaPos.com. Available at: <https://www.jawapos.com/opini/13/04/2021/dilema-royalti-hak-cipta-lagu/?page=all> [Accessed 16 April 2021].
SWA.co.id. 2021. PP Royalti Musik Dinilai Cukup Memberatkan Industri Radio | SWA.co.id. [online] Available at: <https://swa.co.id/swa/trends/pp-royalti-musik-dinilai-cukup-memberatkan-industri-radio> [Accessed 16 April 2021].
Sinar Indonesia Baru – HarianSIB.com. 2021. Besaran Royalti Lagu / Musik Disesuaikan dengan Lokasi Pemutaran. [online] Available at: <https://www.hariansib.com/detail/Berita-Terkini/Besaran-Royalti-Lagu—Musik-Disesuaikan-dengan-Lokasi-Pemutaran> [Accessed 27 April 2021].