Hima Akuntansi FEB Unpad

Mabar

Copy of Template OA Internal ( Poster ) (14)

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% di Tahun 2022, Apakah Sudah Tepat?

Wina Aprilianisa, Landi Mulyana Agung, Dede Abdul Hasyir, S.E., Ak., M.Ak.

Universitas Padjadjaran
Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Sumedang, Indonesia

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang (UU), dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di Indonesia ada lima jenis pajak yang perlu diketahui dan dibayarkan, antara lain, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Berbicara tentang pajak, baru-baru ini pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN. Sebelum membahas lebih jauh, apakah yang dimaksud dengan PPN? Berdasarkan UU Perpajakan di Indonesia, PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean. Oleh karena itu, BKP yang diekspor atau dikonsumsi di luar daerah pabean, dikenakan PPN dengan tarif 0%.

Kembali ke pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN, ternyata Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) telah resmi disahkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Kamis, 7 Oktober 2021. UU HPP ini menyebabkan kenaikan pada tarif PPN dari 10% menjadi 11% mulai April 2022. Kemudian, paling lambat 1 Januari 2025, tarif PPN akan dinaikkan lagi menjadi 12%. Dalam UU Perpajakan saat ini ditetapkan bahwa pemerintah dapat menaikkan tarif PPN dengan ketentuan paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Dengan demikian, kenaikan PPN hingga 11% dan 12% ini masih masuk dalam kisaran yang ditetapkan pada aturan yang berlaku saat ini.

Lalu, apa alasan pemerintah menaikkan tarif PPN? Selama ini, pemerintah mengenakan tarif PPN 10% terhadap produk BKP. Dalam draf revisi kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah mengusulkan tarif PPN naik. Apabila dilihat dari pasal 7 pada draf revisi kelima UU KUP tersebut, pemerintah mengusulkan tarif umum PPN naik dari 10% menjadi 12%. Revisi UU KUP sendiri diusulkan pemerintah sebagai upaya memperluas objek PPN.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor, PPN memiliki kontribusi besar dalam total penerimaan pajak negara. Alasan pertama pemerintah mengusulkan tarif umum PPN naik karena tarif PPN Indonesia yang sebesar 10% dianggap lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisation  for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menetapkan tarif PPN sebesar 19%.

Alasan kedua karena terdapat distorsi ekonomi. Distorsi ekonomi adalah kondisi di mana suatu pasar tidak efisien karena tingkat penjualan tidak seimbang dengan pembelian dan kondisi itu merugikan banyak pihak. Dalam hal ini, Neilmaldrin Noor mengatakan penyebabnya adalah pemungutan pajak yang tidak efisien karena terjadinya tax incidence atau penentuan pihak mana (produsen atau konsumen) yang sebenarnya menanggung beban pajak.

Alasan ketiga karena pemerintah juga menilai selama ini pengenaan PPN tidak berjalan dengan adil. Banyak kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi, tetapi dibebaskan dari PPN atas barang-barang tertentu. PPN yang diusulkan untuk produk sembako seperti daging wagyu yang selama ini tidak dikenakan PPN. Walaupun, pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke atas yang mempunyai daya beli yang lebih tinggi. Tak hanya itu, menurut Neilmaldrin selama ini banyak negara menerapkan kebijakan multitarif PPN. Artinya, tidak semua barang dikenakan tarif PPN yang sama. Misal, barang yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah dikenakan tarif PPN rendah. Sementara barang yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke atas dikenakan tarif yang lebih tinggi.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara juga menjelaskan bahwa saat ini tax ratio Indonesia berada di angka 8,4% yang menunjukkan kondisi tax ratio yang tidak sehat untuk membuat negara menjadi kuat. Maka dari itu untuk membuat negara menjadi kuat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tentunya harus sehat dan memiliki penerimaan yang baik untuk kemudian dapat dibelanjakan untuk keperluan negara. Inilah salah satu alasan dibuatnya UU HPP, yaitu untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam rangka membuat basis pajak yang menjadi lebih luas serta menjadi lebih kuat untuk menopang pembangunan yang berarti dapat menopang belanja negara, maka negara menaikkan PPN 11% pada tahun 2022 dan naik kembali menjadi 12% pada Januari 2025. Dengan adanya UU HPP ini, diharapkan dapat menaikkan tax ratio dari 8,4% menjadi 9,4% pada tahun 2024, bahkan dapat mencapai 10% pada tahun 2025.

Setelah membahas mengenai alasan pemerintah mengusulkan tarif umum PPN naik, bagaimana respon masyarakat terhadap adanya kebijakan untuk menaikkan tarif PPN? Kenaikan tarif PPN yang dimulai sejak 1 April 2022 ternyata banyak ditolak oleh masyarakat. Hal ini terurai dalam survei nasional besutan Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA). Survei yang bertajuk “Outlook Ekonomi Indonesia dalam Persepsi Publik” ini menyebut, sekitar 77,37% responden yang menolak rencana kenaikan tarif PPN. Survei menyasar 800 responden di 34 provinsi dengan metode simple random sampling. Survei menyebutkan, ada beberapa alasan yang membuat masyarakat menolak kenaikan tarif PPN. Sebanyak 28,75% responden menganggap kenaikan PPN menghambat pemulihan ekonomi, 18,42%  menurunkan tingkat kesejahteraan, 16,32% berpotensi meningkatkan kemiskinan dan pengangguran, serta 13,25% menganggap rentan dikorupsi.

Sementara itu, masyarakat yang setuju dengan kenaikan tarif PPN beralasan kenaikan PPN akan mendukung akselerasi peningkatan kesejahteraan, pemulihan ekonomi, efektivitas dan efisiensi kinerja pemerintah, hingga dukungan publik terhadap pembangunan nasional. Tercatat, sekitar 16,05% responden memiliki alasan kuat untuk mendukung kenaikan pajak guna mengakselerasikan peningkatan kesejahteraan 13,58% untuk pemulihan ekonomi, 9,88% untuk efisiensi dan efektivitas terhadap produktifitas kinerja pemerintah, serta 3,7% untuk kepatuhan warga negara.

Lalu, bagaimana pendapat ekonom berkaitan dengan kenaikan tarif PPN? Salah satu Ekonom Bidang Industri, Perdagangan dan Inverstasi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus memprediksi dampak dari kenaikan PPN yaitu akan menurunkan konsumsi masyarakat menjadi 2,05%. Selain itu, upah riil akan turun 6,2%, ekspor hanya tumbuh 1,91%, dan impor tumbuh 3,3%. Pada akhirnya hal tersebut akan menekan pertumbuhan ekonomi di mana kontribusi produk domestik bruto masih yang terbesar. Tak hanya itu, neraca perdagangan juga akan terancam kembali ke jalur defisit.

Lebih lanjut Heri Firdaus menegaskan, tak sepakat jika pemerintah menaikkan tarif PPN tahun depan. Menurutnya, ada upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk menaikkan penerimaan negara. Misalnya melalui penjaringan wajib pajak baru, seperti penertiban retail-retail non Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menggunakan fasilitas non PKP. Lalu, pemerintah juga dapat memperluas basis pajak yang disesuaikan dengan struktur ekonomi dan karakteristik kelompok masyarakat, serta memperluas objek cukai dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan untuk menaikkan tarif PPN dinilai terlalu cepat. Hal ini karena belum ada jaminan bahwa tahun depan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) benar-benar sudah mereda. Selama pandemi, apapun kebijakan yang berhubungan dengan kenaikan tarif atau pajak seharusnya tidak dilakukan terburu-buru karena kenaikan ini akan membuat daya beli masyarakat menurun atau tertahan. Perhitungan sederhananya dengan dikenakan pajak orang akan menahan belanja. Akibatnya tujuan pemerintah untuk mendapatkan pendapatan lebih besar tidak akan tercapai. Oleh karena itu, menurut kami idealnya kenaikan PPN 11% dapat diberlakukan mulai Januari 2023.

Daftar Pustaka

Sukardji, U. (2015). Pajak Pertambahan Nilai PPN.

Farouq, M. (2018). Hukum pajak di Indonesia. Prenada Media.

Fathmah, F. (2009). MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK KHUSUSNYA PPN ATAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasuruan). InFestasi5(2), 138-154.

KASKUS. 2021. Disetujui DPR, Tarif PPN Naik Jadi 11% di 2022 & 12% di 2025. [online] Available at: <https://www.kaskus.co.id/thread/61559caede763d3db917d1a0/disetujui-dpr-tarif-ppn-naik-jadi-11-di-2022-amp-12-di-2025/> [Accessed 22 October 2021].

Indraini, A., 2021. Tarif PPN Naik Jadi 11% April 2022, Menkumham: Lebih Rendah dari Negara Lain. [online] detikfinance. Available at: <https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5756729/tarif-ppn-naik-jadi-11-april-2022-menkumham-lebih-rendah-dari-negara-lain> [Accessed 22 October 2021].

Industry.co.id. 2021. PPN Resmi Naik 11%, Ini Respon Pengusaha Ritel, Bikin ‘Merinding’ – Industry.co.id. [online] Available at: <https://www.industry.co.id/read/94992/ppn-resmi-naik-11-ini-respon-pengusaha-ritel-bikin-merinding> [Accessed 23 October 2021].

Gramedia Literasi. 2021. Mengenal Jenis-Jenis Pajak Yang Ada Di Indonesia. [online] Available at: <https://www.gramedia.com/literasi/jenis-pajak/#:~:text=Di%20Indonesia%20ada%20lima%20jenis%20pajak%20yang%20perlu,Bea%20Perolehan%20Hak%20atas%20Tanah%20dan%20Bangunan%20%28BPHTB%29.> [Accessed 23 October 2021].

Times, I. and Lidyana, V., 2021. Kenapa Kemenkeu Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen?. [online] IDN Times. Available at: <https://www.idntimes.com/business/economy/vadhia-lidyana-1/kenapa-kemenkeu-usulkan-tarif-ppn-naik-jadi-12-persen> [Accessed 23 October 2021].

Msn.com. 2021. Survei CISA: 77,37 Persen Responden Tolak Rencana Kenaikan PPN. [online] Available at: <https://www.msn.com/id-id/ekonomi/ekonomi/survei-cisa-77-37-persen-responden-tolak-rencana-kenaikan-ppn/ar-AAPrM71> [Accessed 23 October 2021].

suara.com. 2021. Ekonom Prediksi Dampak Kenaikan PPN 10 Persen Jadi 11 Persen. [online] Available at: <https://bekaci.suara.com/read/2021/10/07/065000/ekonom-prediksi-dampak-kenaikan-ppn-10-persen-jadi-11-persen> [Accessed 20 October 2021].

Sembiring, L., 2021. Disetujui DPR, Tarif PPN Naik Jadi 11% di 2022 & 12% di 2025. [online] CNBC Indonesia. Available at: <https://www.cnbcindonesia.com/news/20210930115843-4-280359/disetujui-dpr-tarif-ppn-naik-jadi-11-di-2022-12-di-2025> [Accessed 22 October 2021].

Maulida, O., 2021. UU PPN: Sejarah Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia. [online] OnlinePajak. Available at: <https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/uu-ppn> [Accessed 21 October 2021].

Gramedia Literasi. 2021. Mengenal Jenis-Jenis Pajak Yang Ada Di Indonesia. [online] Available at: <https://www.gramedia.com/literasi/jenis-pajak/#:~:text=Di%20Indonesia%20ada%20lima%20jenis%20pajak%20yang%20perlu,Bea%20Perolehan%20Hak%20atas%20Tanah%20dan%20Bangunan%20%28BPHTB%29> [Accessed 21 October 2021].

Kementerian Keuangan. 2021. Wamenkeu: UU HPP Dapat Naikkan Penerimaan Negara dan Tax Ratio. [online] Available at: <https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/wamenkeu-uu-hpp-dapat-naikkan-penerimaan-negara-dan-tax-ratio/> [Accessed 26 October 2021].